45 Tahun Mengukir Tradisi: Perjuangan Pengrajin Wayang Kulit di Ngadirojo, Menjaga Warisan Budaya

Mediarakyat TV

 

Pengrajin Wayang kulit ini telah ditekuni selama  45 tahun didusun Sumber  RT 1/3 Gedong, Ngadirojo, Wonogiri, 

Wonogiri MR -Di tengah kesibukan dan kemajuan zaman, ada satu usaha yang terus bertahan dan mempertahankan tradisi seni pembuatan wayang kulit. 

Usaha ini sudah berjalan selama 45 tahun didusun Sumber  RT 1/3 Gedong, Ngadirojo, Wonogiri, dan dijalankan oleh pasangan Marmi dan suaminya, Pak Kijan Martono. Usaha yang mereka kelola ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya lokal yang terus dijaga dan dipertahankan hingga kini.

Marmi dan Pak Kijan Martono memulai usaha wayang kulit ini pada tahun 1979, menggunakan bahan baku utama dari kulit sapi dan kerbau. Kedua bahan ini dipilih karena ketahanannya yang baik, serta kualitasnya yang mendukung pembuatan wayang yang detail dan tahan lama.

 Dalam proses pembuatannya, kulit sapi atau kerbau harus melalui serangkaian tahap yang memakan waktu cukup lama, mulai dari proses penyamakan kulit hingga ukiran yang membutuhkan ketelitian tinggi.

“Untuk mengeringkan kulit, kami membutuhkan waktu hingga satu minggu, dan dua kali proses pengeringan agar kualitasnya tetap terjaga,” ujar Marmi, yang lebih dari empat dekade lamanya menggeluti seni pembuatan wayang.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi pasangan ini adalah proses pengeringan kulit di musim hujan. Cuaca yang lembab membuat kulit lebih sulit kering dan proses produksinya menjadi lebih lama. "Musim hujan memang jadi kendala tersendiri, karena butuh waktu ekstra untuk mengeringkan kulit. Tapi, kami tetap berusaha menjaga kualitas, meskipun itu berarti harus lebih sabar dalam setiap prosesnya,” tambah Pak Kijan.

Dalam memasarkannya, Marmi dan suaminya tidak hanya bergantung pada cara konvensional, namun juga memanfaatkan platform online untuk memperluas jangkauan pasar.

 Di zaman digital ini, pemasaran wayang kulit mereka juga dilakukan secara online, dengan memanfaatkan media sosial dan situs-situs e-commerce. 

Selain itu, pemasaran offline tetap berjalan dengan baik melalui pameran, pasar seni, serta pembelian langsung dari pelanggan yang datang dari berbagai daerah. “Pembeli kami tidak hanya datang dari dalam kota, tetapi juga luar kota, bahkan ada yang berasal dari luar Jawa,” ungkap Marmi.

Harga wayang kulit yang mereka produksi bervariasi, mulai dari yang paling terjangkau sekitar Rp150.000 hingga harga yang lebih tinggi untuk wayang dengan desain dan ukiran lebih rumit. Harga ini disesuaikan dengan ukuran dan tingkat kesulitan dalam pembuatannya.

Namun, di balik kesuksesan dan panjangnya perjalanan usaha ini, masih ada harapan yang belum tercapai. Marmi dan suaminya berharap agar pemerintah dapat memberikan dukungan dalam hal pemasaran dan modal.

 "Kami berharap agar ada bantuan dari pemerintah, baik dalam hal pemasaran, maupun bantuan modal untuk mengembangkan usaha ini lebih lanjut. Kami ingin agar lebih banyak orang yang mengenal dan menghargai seni wayang kulit, dan bisa mempertahankan tradisi ini untuk generasi mendatang," ujar Marmi.

Harapan tersebut tidak hanya datang dari pasangan ini, tetapi juga dari anak-anak mereka yang ikut membantu dalam pemasaran dan pengelolaan usaha.

 Mereka turut berperan dalam memajukan usaha keluarga ini, dengan ide-ide segar dan semangat untuk melestarikan warisan budaya.

Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, Marmi dan Pak Kijan tetap berkomitmen untuk melanjutkan usaha pembuatan wayang kulit ini. 

Dengan dedikasi tinggi dan dukungan keluarga, mereka berharap usaha ini bisa terus berkembang dan semakin dikenal oleh masyarakat luas.(Sunaryo/ Cahyospirit)














Posting Komentar untuk "45 Tahun Mengukir Tradisi: Perjuangan Pengrajin Wayang Kulit di Ngadirojo, Menjaga Warisan Budaya"