Magelang MR - Dusun Soromayan yang terletak di Ngablak, Magelang merupakan salah satu desa yang masih kental dengan tradisi dan budaya lokalnya. Salah satu tradisi yang masih lestari dan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat setempat adalah Saparan. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol kebersamaan, tetapi juga menjadi bentuk penghormatan terhadap leluhur dan alam yang memberi kehidupan.
Saparan berasal dari kata "Sapar", yang merujuk pada bulan kedua dalam kalender hijriyah. Dalam tradisi Jawa, bulan Sapar dianggap sakral dan penuh berkah, sehingga banyak kegiatan ritual dalam bentuk selamatan atau syukuran yang dilakukan pada bulan ini. Di Soromayan, Saparan menjadi momen penting di mana masyarakat berkumpul untuk melakukan serangkaian ritual yang bertujuan untuk memohon keselataman, kesejahteraan, dan kesuburan tanah.
Saparan di Soromayan yang dilaksanakan pada tanggal 21-22 Agustus 2024 dengan berbagai kegiatan, seperti:
1. Ritual Bersih Desa
Bersih desa adalah kegiatan yang menjadi inti dari Saparan, Pada tanggal 18 Agustus 2024, seluruh warga Soromayan melakukan gotong royong membersihkan lingkungan desa. Kegiatan ini mencerminkan semangat kebersamaan dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.
2. Sapi Sapar
Penyembelihan sapi yang dimaknai sebagai upaya untuk menolak bala (menjauhkan marabahaya) dan menjaga kesejahteraan desa yang dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus 2024. Daging hasil penyembelihan biasanya dibagikan kepada warga sebagai simbol kebersamaan dan solidaritas, memperkuat ikatan sosial dalam masyarakat.
3. Sadranan
Tradisi yang merupakan penghormatan kepada leluhur, sekaligus permohonan keselamatan dan berkah. Kegiatan di mana warga menggelar kenduri dengan membagikan makanan sebagai simbol kebersamaan. Sadranan juga disertai dengan pertunjukkan kesenian tradisional, seperti wayang, warok, topeng ireng, dan leyak sebagai bentuk pelestarian budaya.
4. Do'a Bersama dan Kenduri
Puncak acara Saparan adalah do'a Bersama yang dipimpin oleh sesepuh desa. Do'a ini dimaksudkan untuk memohon berkah dan perlindungan dari Yang Maha Kuasa. Kemudian dilanjut dengan kenduri atau makan bersama. Hidangan yang disajikan adalah hasil bumi setempat seperti dendeng, ingkung ayam, berbagai jenis sayuran, dan lain-lain.
Selain masyarakat setempat. Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Islam Indonesia turut ambil bagian dalam memplubikasikan potensi desa ini
KKN Angkatan 69 Unit 127, yang dipimpin oleh Bagas dengan anggota tim Ahmad, Arikah, Berlian, Defani, Gladis, Hadı, Haikal, Maudy dibawah bimbingan Dosen Pembimbing Lapangan Dhandhun Wacano, S.SI., M.Sc., Ph.D. dan Muhamad Irfan Al Aziz, S.H. telah berupaya ikut serta meramaikan dan melestarikan budaya dengan semangat kebersamaan yang mempererat hubungan dengan masyarakat setempat.
Saparan bukan sekedar perayaan adat, tetapi juga memiliki makna filosofis yang mendalam. Melalui tradisi ini, masyarakat Soromayan mengajarkan pentingnya menjaga kebersamaan yang tercermin dalam gotong royong dan kenduri menunjukkan bahwa keharmonisan sosial adalah kunci kesejahteraan bersama.
Selain itu, Saparan juga menjadi media untuk melestarikan budaya dan kearifan lokal yang diwariskan oleh nenek moyang. Generasi muda diajak untuk mengenal dan menghargai tradisi ini, sehingga dapat terus dilestarikan di masa depan.
Penulis :
Edya Gladis Julia Yudistiara
Kelompok :
KKN Universitas Islam Indonesia Angkatan 69 unit 127
Universitas : Universitas Islam Indonesia Yogyakarta.
Posting Komentar untuk "Desa Mawa Cara, Negoro Mowo Toto! Saparan menjadi wujud syukur warga Soromayan atas berkah bumi yang melimpah."